IBUNDA HAFSHAH BINTI UMAR BIN KHATHTHAB

IBUNDA HAFSHAH BINTI UMAR BIN KHATHTHAB
'Pemelihara Al-Qur’anul Karim'

IBUNDA HAFSHAH BINTI UMAR BIN KHATHTHAB
IBUNDA HAFSHAH BINTI UMAR BIN KHATHTHAB
'Pemelihara Al-Qur’anul Karim'
(gambar pixabay.com)

Assalamu'alaikum.
AmanahBilal - Mencoba berbagi tautan tentang sebuah kisah yang menarik mata dan hati kita, kisah ini bercerita tentang Ibunda Hafshah Binti Umar Bin Khaththab r.a yang selalu memelihara dan menjaga hafalan Al-Qur'annya, sehingga beliau di juluki sebagai 'Pemelihara Al-Qur’anul Karim'. Yuk kita simak kisahnya di bawah. Jangan lupa mohon koreksi dan masukannya barangkali ada kesalahan dalam menuliskan kisahnya. Terima kasih... ^.^


Garis keturunannya
Namanya Hafshah binti Umar bin Khaththab bin Naufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarath bin Razzah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Luay. (Thabaqatul Kubra, vol.8 hlm. 56.) Ibunya bernama Zainab binti Madh’un bin Habib bin Wahab bin Hadzafah....., saudari Utsman bin Madz’un.
Imam Al-Waqidi berkata, “Hafshah dilahirkan ketika kaum Quraisy sedang membangun Baitullah, lima tahun sebelum Nabi saw diutus menjadi rasul.” (Usdul Ghabah, vol.5 hlm 435-436)
Hafshah besar dan tumbuh berkembang dirumah ayahnya, Umar bin Khaththab yang sangat terkenal dengan kekuatan fisik dan keberaniannya. Karakter hafshah banyak menurun dari kepribadian sang ayah. Kerena itu, Ibunda Aisyah ra berkomentar bahwa Hafshah adalah putri Umar yang sebenarnya.
Hafshah belajar membaca dan menulis, padahal hal tersebut tidak biasa dilakukan oleh bangsa Arab. Ia tidak termasuk wanita yang memeluk islam pada generasi pertama. Sebabnya tidak lain adalah karena sang ayah, Umar bin Khaththab selalu mengintai dan memerangi kaum muslimin pada periode dakwah islam yang pertama, higga kemudian Allah swt, membuka dan melapangkan pintu hatinya untuk menerima islam. Saat itu, Hafshah masih berusia sepuluh tahun.

Suami Hafshah yang pertama
Setelah Umar bin Khaththab menyatakan diri memeluk islam, mayoritas kaum muslimin yang hijrah ke Habasyah kembali pulang ke Mekah. Diantara mereka yang kembali adalah Khunais bin Hudzafah As-Suhami. Sesaat setelah Khunais melihat sosok Hafshah ra, ia segera meminta Umar bin Khaththab ra untuk menikahkannya dengan putrinya. Umarpun menerima dan merestuinya menjadi suami putri kesayangannya. Begitulah awal pertemuan antara pemuda yang beriman dan pemberani dengan seorang pemudi yang memiliki kemurnian iman. Begitulah berpaduan seorang pemuda mujahid yang memiliki keberanian dan keimanan yang kuat, dengan seorang pemudi yang memiliki ketulusan iman. Khunais memeluk islam sebelum Rasulullah saw, menjadikan rumah Arqam bin Abil Arqam sebagai pusat dakwahnya. Dia beriman melalui tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. Tentunya, Umar bin Khaththab ra, sangat berbahagia atas pernikahan putrinya dengan pemuda ini. Ia senang memiliki menantu yang berhati mulia dan pemberani dimedan perang.
Kaum muslimin diperintahkan hijrah ke Madinah untuk menghindari tekanan dan siksaan kaum Quraisy, serta untuk mempertahankan agama mereka. Hafshah binti Umar bin Khaththab ra, pun hijrah bersama sang suami tercinta. Ia hidup di Madinah sebagai isteri yang setia mengabdi kepada sang suami. Bahkan, terkadang ia rela begadang untuk mewujudkan ketenangan bagi suaminya. 
Tak lama setelah hijrah, Allah swt. Memerintahkan kaum muslimin untuk berperang melawan orang-orang kafir, dengan perintah-Nya, “Telah diizinkan (untuk berperang ) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dizalimi...”(Al-Hajj:39)
Rasulullah saw. memenuhi panggilan Rabb-nya untuk berjihad. Beliau segera menyiapkan pasukan kaum muslimin untuk menghadang musuh. Peperangan yang pertama antara kaum muslimin dengan orang-orang musyrikin adalah perang Badar yang berakhir dengan kemenangan ditangan kaum muslimin.
Dalam perang Badar ini, Khunais bin Hudzafah menderita luka berat. Setelah perang usai, ia pulang untuk berkumpul kembali dengan sang isteri yang sangat menyayanginya. Selama sang suami menderita luka, Hafshah ra. senantiasa berada disisinya. Ia merawatnya dengan segala kemampuannya, mengobati lukanya dengan penuh ketulusan, walaupun ia harus begadang karenanya. Namun, takdir berkata lain, Allah swt mengambil sang suami dari sisinya dan memilihnya untuk menjadi syahid dijalanNya.
Rasulullah saw. sendiri yang menshalatinya. Kemudian beliau memerintahkan para sahabatnya untuk menguburkan jenazahnya di Baqi’. Kini, Hafshah yang masih berusia delapan belas tahun harus tinggal seorang diri. Ia hidup bergelimang rasa sedih dan duka, ditinggal pergi oleh sang suami tercinta.
Sebagai seorang ayah, Umar bin Khaththab ra. merasa prihatin atas kesedihan yang merundung kehidupan putrinya Hafshah. Iapun berazam untuk menikahkannya dengan seorang lelaki shalih yang bisa menjadi pelipur lara dan luka yang menimpa hati putrinya. Ia pun menawarkan putrinya kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq. Namun, Abu Bakar diam seribu bahasa. Ia tidak menjawab tawaran saudaranya dengan sepatah kata pun, sehingga Umar merasa kesal dan marah atas sikapnya tersebut.
Kemudian Umar ra, menemui Utsman bin Affan ra, beberapa saat setelah isterinya Ruqayyah binti Rasulullah saw. meninggal dunia. “Hari ini, aku belum punya niat untuk menikah”. Jawab Utsman atas tawaran Umar ra. Akhirnya Hafshah ra. tinggal dirumah orang tuanya. Ia selalu berpuasa dan banyak melakukan shalat malam. Ia berserah diri kepada Allah swt dan menerima pasrah ketentuan-Nya.

Pernikahannya dengan Rasulullah saw
Umar bin Khaththab ra. menemui Rasulullah saw. ia mengadukan sikap Abu Bakar Ash-Siddiq dan Utsman bin Affan yang enggan menikah dengan putrinya, Hafshah. Rasulullah saw. tersenyum mendengar pengaduan sahabatnya, kemudian berkata, “Hafshah akan menikah dengan orang yang lebih baik dari Utsman. Sedangkan Utsman akan menikah dengan wanita yang lebih baik dari Hafshah.” (Riwayat Bukhori) Seketika, rasa seneng dan bahagia terpancar dari wajah Umar bin Khaththab ra. Ia bahagia karena mendapatkan kemuliaan menjadi mertua Rasulullah saw, mahluk Allah swt yang paling mulia dan pemuka para utusan –Nya. Ia juga bahagia, karena putrinya akan segera terbebas dari belenggu kesendirian setelah ditinggal pergi oleh suaminya. Mulai saat itu, Hafshah ra, resmi menjadi isteri Rasulullah saw dan hidup bersamanya.
Abu Bakar Ash-Siddiq segera menemui Umar untuk meminta maaf atas sikapnya. “Jangan marah kepadaku, wahai Umar! Karena aku mendengar Rasulullah saw. menyebut-nyebut nama Hafshah, dan tidak mungkin bagiku menyebarkan rahasia Rasulullah saw, kepada siapapun. Jika beliau tidak menikahi Hafshah , niscaya aku akan menikahinya.”(h.r Buhkori vol 9 hlm 18, hadist ke-5122. Baca Thabaqat ibnu saad, vol 8 hlm 82)
Hafshah memasuki rumah Rasulullah saw, yang suci, setelah Saudah binti Zum’ah, dan Aisyah binti Abu Bakar Ash-Siddiq. Umar bin Khaththab ra, banyak berwasiat kepada putrinya agar memenuhi hak-hak Rasulullah saw, dengan benar. Hafshah hidup tenteram dan mulia dirumah Rasulullah saw. ia berusaha dengan segala kemampuannya untuk mendulang keridhaan Allah swt dan Rasul-Nya.
Rasulullah saw menceraikannya
Hafshah ra. adalah wanita pencemburu berat. Umar bin Khaththab tahu betul sifat putrinya. Oleh karena itu, ia senantiasa berpesan kepadanya”Jangan sekali-kali kamu menuntut banyak hal kepada Rasulullah saw, karena kamu tidak secantik Zainab, dan tidak pula sepintar Aisyah! Demi Allah , aku tahu kalau Rasulullah saw. tidak mencintaimu. Kalau bukan karena diriku, beliau pasti telah menceraikanmu.”(Nisa’Mubassyaratun bil Jannah, vol 2 hlm. 226)
Namun, kecemburuan Hafshah kian semakin bertambah dari hari kehari. Lebih-lebih terhadap isteri Rasulullah saw, Zainab binti Jahsy. Ketika Rasulullah saw pergi bermalam bersama Zainab binti Jahsy, ia menyuguhkan madu kepadanya karena beliau sangat menyenangi madu dan manisan. Mengetahui hal itu, Hafshah bersepakat dengan Aisyah ra. untuk bertanya kepada Rasulullah saw. setelah kembali kepada mereka, “ Apakah engkau makan buah Maghafir? (Sejenis buah yang memiliki aroma harum). Sungguh kami mencium aromanya darimu.”
“Tidak, tetapi aku meminum madu dirumah Zainab binti Jahsy. Aku berjanji untuk meminumnya kembali, dan aku bersumpah agar kamu tidak menceritakannya kepada siapapun,” jawab Rasulullah saw.

to be continue ... ^.^

Terima kasih sudah berkunjung di http://amanahbilal.blogspot.com. Semoga bermanfaat. Aamiin.
Jangan lupa Likes, Follows and Comment as 👇

Silahkan Share di bawah 👇👇👇:

1 Response to "IBUNDA HAFSHAH BINTI UMAR BIN KHATHTHAB"